(Menyongsong Kehadiran Tim Penilai Tingkat Nasional Lomba Lingkungan Bersih dan Sehat di Mojodeso, 26 April 2017)
Mari kita kembali mengingat ritme kehidupan di era tahun 70-80 an. Pada masa itu, saya menyelesaikan pendidikan dasar dan meneruskan pendidikan ke jenjang setingkat di atasnya, yakni SMP. SD saya selesaikan di desa kelahiran saya, yang konon pada masa itu disebut sebagai desa paling maju se kecamatan. Disebut paling maju karena desa itu dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa hamparan sawah yang subur dengan pengairan teknis dari bengawan solo dan solo valley. Atas itu, memberi dampak pada kesadaran pendidikan yang sudah relatif tinggi pada sebagian besar masyarakat, setidaknya dibanding dengan desa lain. Ukuran lainnya, pada masa itu satu satunya desa yang membangun Gapura masuk desa yang menyatu dengan Poskamling termegah dan terbaik. Dengan itu semua desaku mewakili eks Wilayah Kerja Pembantu Bupati dalam Lomba Desa Tingkat Kabupaten (even ini sekarang disebut Evaluasi Tingkat Perkembangan Desa). Untuk even even perlombaan selain lomba desa, hampir selalu mewakili di tingkat kabupaten, dengan sebagian diantaranya mampu merebut kejuaraan. Banggakah saya ? Saya yakin, anda pun akan menjawab iya. Setidaknya: mungkin.
Tetapi gambaran awal itu tidak membuat saya, atau lebih tepatnya, kami yang dalam usia sekolah lanjutan tingkat pertama dan atas akan mudah menjangkau lokasi SLTP/SLTA dengan mudah. Kami harus bertempur dengan lumpur yang membelit roda roda sepeda kami, berpeluh deras bahkan terkadang sampai menangis untuk sampai di jalan poros propinsi (waktu itu) Babat-Ngawi. Lolosnya kami di jalan poros itu belum mempermudah kami meneruskan perjalanan ke sekolah. Kami harus bersihkan dulu seragam sebisanya, mencuci sepatu semampunya kemudian menguatkan mental untuk dihukum guru GC, dahulu disebut begitu (guidance and councelling) karena terlambat masuk kelas dan dalam keadaan kotor.
(Hormat kami buat mas fakih, mas rosyad, mas kasman dan pak lik agus purwito yang telah dihadiahi tuhan atas sengsaranya melanjutkan sekolah di posisinya sekarang).
Kami tidak seberuntung anak anak sekolah seusia saya yang menjalani hidupnya di Mojodeso. Ya, di Mojodeso Kecamatan Kapas. Pada masa yang sama Jalan Poros Utama Mojodeso sudah beraspal dengan Gapura Selamat Datangnya yang megah dan Tugu Payung yang sudah berdiri kokoh.Pada era itu Mojodeso dipimpin Lurah (alm) H.Mastur. H.Mastur yang memimpin Mojodeso pada tahun 60 - 80 an pelan, pasti dan bertahap membawa desa itu pada kemajuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Ukurannya desa itu menjadi tujuan warga luar desa untuk mengais rejeki. Bahkan luar propinsi. Riwayat itu di masa sekarang masih dapat ditelusuri dari kebanyakan warga Mojodeso yang mendiami wilayah sebelah selatan rel kereta api bernenek moyang dari salah satu, atau beberapa kabupaten di Jawa Tengah. Ukuran yang paling tampak dari keberhasilan era itu adalah keikutsertaan Mojodeso dalam Lomba Desa Tingkat Nasional mewakili Jawa Timur.
Maaf, khususnya jika tulisan ini dibaca teman teman sepermainan dan atau Pemangku kepentingan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan desa tumpah darah saya. Bukan maksud menggugat atau menghujat atas kemiripan raihan prestasi dan potensi alam anugerah tuhan. Pengantar tulisan ini akan mencoba menemukan aspek dasar di Desa Mojodeso sehingga di 2017 ini mewakili Jawa Timur dalam ajang lomba Lingkungan Bersih dan Sehat (LBS) di tingkat nasional. Sekali lagi maaf. Bahkan jika gambaran-tentu dalam batas kemampuan kami melakukan simpulan-benar adanya, semoga memberikan inspirasi. Oleh karena itu, tulisan ini tidak akan bicara apa atau ada apa di Mojodeso. Sebaliknya, semoga berbicara tentang mengapa. Tentang ada apa di Mojodeso, silakan berselancar di you tube, akun fb Mojodeso.
Ada 4 aspek dasar yang dirasakan sangat mempengaruhi kemajuan desa itu. Dengan 4 aspek dasar itu akan dibuat hipotesis semakin kuat aspek itu mempengaruhi Kebijakan Umum Pemerintah Desa dan Perilaku masyarakatnya akan semakin maju sebuah desa. Dengan demikian, bukan berarti di desa kelahiran saya tidak terdapat 4 aspek itu, juga desa lain, tetapi seberapa besar/seberapa kuat mempengaruhi. Semakin kuat pengaruh 4 aspek itu, akan semakin cepat perkembangan desa. Demikian juga sebaliknya.
Pertama, Kisah keberhasilan menjadi motivator kunci semangat membangun desa. Dalam banyak kesempatan bertemu dan bertanya kepada warga, kebanyakan mereka mengatakan bahwa keberhasilan era 60-80 an memicu warga untuk memoles desanya dengan 'sentuhan kekinian'. Dalam bahasa sederhana mereka katakan 'bagaimana bisa kami melupakan dan tidak gumregah, wong setiap kami keluar masuk desa kami ketemu Gapura dan Tugu Payung ?'. Kami yakin semua orang mengenang masa keemasan atau momen emas dalam perjalanan hidupnya. Tetapi menjadikan momen emas atau masa keemasan sebagai pemompa semangat untuk mewujudkannya kembali, walau dalan bidang yang berbeda, tidak semuanya mau. Atau tidak semuanya mampu. Semestinya,memang, setidaknya sejarah membekali kita tentang 3 (tiga) hal, yakni : inspirasi perubahan bagi masa depan, mewujudkan mimpi pendahulu atau kita sendiri dan merangkai keadaban dari nilai masa lalu dalam balutan kekinian.
Kembali ke Mojodeso,
Faktor kedua adalah Proyeksi Pembangunan Desa dengan Karakter khas yang ditentukan Kepala Desa Terpilih. Semua akan mengatakan, bukankah yang dimaksud tersebut di atas adalah visi dan missi Kepala Desa yang harus dibuat tertulis, diserahkan kepada Panitia Pilkades untuk dikoreksi, disampaikan pada tahapan kampanye tatap muka/orasi dan di pampang di banner pada masa kampanye ?
Jawabnya: betul. Tetapi yang menjadi pertanyaan sesungguhnya adalah seberapa jauh Kepala Desa Terpilih bisa konsisten pada area visi missinya. Artinya potensial terjadi pembiasan visi-missi pada ranah penyusunan perencanaan program dan kegiatan. Di berbagai kejadian yang bisa di lihat dan di alami, missi Kepala Desa sering harus mengalah pada hasil musyawarah desa yang membahas perencanaan. Idealnya, visi-missi Kepala Desa menjadi filter hasil musyawarah desa tentang Perencanaan Pembangunan, kecuali vissi-missi itu tidak segaris dengan issu aktual. Yang terjadi dalam perjalanan Mojodeso tidak seperri itu.
Sesaat Warsiman, SE, MM diangkat dan dilantik sebagai Kepala Desa, dengan melihat titik nol awal menjabat dan berdasar musyawarah maka beliau menentukan bahwa untuk pembangunan Mojodeso ke depan, maka karakter khas pembangunannya adalah pembangunan desa bermatra lingkungan. Salah satu yang melatarbelakanginya adalah capaian Kepala Desa sebelumnya yang sudah hampir menyelesaikan infrastruktur dasar perhubungan dan pertanian. Sementara yang ada di depan mata adalah issu pemanfaatan lahan pekarangan dan penataan lingkungan menjadi lebih indah, sehat dan prosuktif. Maka jika kemudian muncul Bank Sampah "Payung Sejahtera" dengan jargon Dari Sampah menjadi Berkah, lalu ada sebutan desa kelengkeng, industri kreatif berbahan dasar limbah sampah, saya kira adalah outcome dari pembangunan desa berkarakter lingkungan ini.
(Catatan : Pembangunan Desa berkarakter khusus sudah mulai muncul di desa lain. Misal : Bendo dengan karakter pertanian. Tentang karakter, per definisi adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khusus tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara).
Ketiga, Kepemimpinan Transformatif pada sosok Kepala Desa. Satu hal yang ingin pernah kami tawarkan kepada teman, Shoe Djie, yang sedang menyusun disertasi doktor yang memfokuskan pada kajian kepemimpinan partisipatif, di desa ini sudah lama diterapkan model ADRT (Alokasi Dana Satuan Rukun Tetangga). Mengadopsi bahwa salah satu penerimaan desa bernama ADD (Alokasi Dana Desa) maka ketika diturunkan ke satuan yang lebih bawah dinamakan ADRT. Secara teknis, menghitung alokasi masing-masing RT berdasar variabel yang ditentukan memang lebih 'jlimet', tetapi model ini terbukti mampu memantik partisipasi masyarakat lingkungan RT untuk berswadaya semata mata karena merasa dan meyakini bahwa issue kegiatan pembangunan di lingkungan RT nya didengar, diperhatikan dan direalisasikan anggarannya oleh Pemerintah Desa. Jika ditabulasikan, maka tabel pagu anggaran ADRT , kesamping adalah variabel-variabel hitungan sementara ke bawah berisi RT-RT. Itu untuk lembar pertama. Sedangkan lembar kedua, kesamping issue kegiatan, ke bawah RT-RT kemudian dikolom pertemuan baris dan kolom terdapat angka pagu.
Faktor keempat yang memicu kemajuan di desa ini adalah tumbuhnya karsa pengembangan diri yang tinggi pada masyarakatnya. Dengan konsep yang pernah ditulis David Mc Clelland, mungkin, bisa disebut sebagai need for achievement. Dalam konsep itu Mc Clelland menyatakan ada 3 dorongan pokok yang mempengaruhi perilaku manusia, salah satunya adalah dorongan untuk berprestasi/berhasil. Sementara 2 yang lain adalah dorongan berkuasa dan dorongan hubungan sosial. Dalam hal need for achievement, sebenarnya pada setiap diri manusia terdapat potensi sikap dalam penyelesaian pekerjaan out putnya haruslah sempurna dan memuaskan. Dengan begitu, penghargaan dari orang/pihak lain bukan menjadi ukuran keberhasilan atas pelaksanaan pekerjaan.
Dengan menggunakan pendekatan itu, maaf, tidak berlebihan kalau kami menyimpulkan adanya DKD (Dewan Kesenian Desa) yang menaungi olah seni di Mojodeso, industri kreatif berbahan dasar limbah sampah, dawet ilat bajul (lidah buaya atau aloe fera), batik khas Mojodeso bertitel motif "songsong tunggul nogo" kemudian serangkaian kegaiatan lain adalah muara akhir dari adanya n-Ac yang sudah mengakar, rimbun dan menaungi Mojodeso saat ini.
Selamat berlomba. Kemenangan bukanlah tujuan. Semangat dasarnya adalah mlaksanakan pengabdian masyarakat sebaik-baiknya. Kepuasaan pelaku dan masyarakat yang dilayani adalah tujuan sebagaimana kata Mc Clelland. Tentu, muara akhirnya adalah seoptimal mungkin mengemban amanat kekhalifahan di muka bumi.
Catatan :
1. Raihan prestasi yang mengantarkan Mojodeso mewakili Jawa Timur di pentas nasional :
- Pemenang Thropy Lomba GBB (Gerbang Bojonegoro Bersinar), 3 tahun berturut-turut. 2013,.2014 dan 2015
- Desa Berseri Pratama tahun 2016
- Desa Berseri Madya tahun 2017
- Penghargaan Desa Program Kampung Iklim 2016 dari Kementerian Lingkungan Hidup
- Juara I Lomba LBS Propinsi Jawa Timur sehingga mewakili Propinsi Jawa Timur pada lomba yang sama di tingkat nasional.
- Diucapkan terimakasih setinggi tingginya kepada OPD terkait yang telah membina Mojodeso sekian lama.
- Dengan semangat menginformasi dan menginspirasi mohon pegiat IT Mojodeso untuk mengunggah DKD, Seni Kreatif, Batik jonegaran motif Mojodeso dan kegiatan kreatif lain.